Ebooks
Jika Benar Semua Bid’ah itu Sesat
Salah satu hadits nabi yang sangat populer bahkan
di kalangan awam adalah ”semua bid’ah itu sesat”.
Dengan ungkapan dan sabda yang sudah sangat
amat jelas itu, muncul satu problem bagi sebagian
orang dengan adanya istilah bid’ah hasanah.
Tidak mudah memang untuk memahamkan
Halaman 7 dari 40
muka | daftar isi
apalagi sampai membuat menerima satu kontradiksi
antara celaan nabi yang menyebut bahwa semua
bid’ah itu sesat dengan pujian terhadap sebagian
bid’ah yang disebut hasanah (baik). Bagaimana
mungkin bisa berkumpul antara sesat dan baik.
Kesulitan seperti itu semakin berat ketika banyak
narasumber baik dalam bentuk bacaan maupun
ceramah seakan-akan menutup mata terhadap
realita bahwa terminologi bid’ah hasanah ini benarbenar ada. Padahal, meskipun tidak disebutkan
secara eksplisit dalam teks syariah, akan tetapi istilah
ini jelas bertebaran dalam kitab-kitab para ulama
besar bahkan sejak masa awal sekali. Dan apa yang
disebut sebagai kontradiksi tadi, pada hakikatnya
adalah kontradiksi semu belaka.
Akan tetapi entah karena kesengajaan atau alasan
lain, informasi akan eksistensi istilah bid’ah hasanah
dalam sekian banyak referensi para ulama ini seakanakan ditutup-tutupi. Kalau sekedar tidak setuju
dengan terminologi ini, tentu saja hal demikian
adalah satu sikap wajar dalam dunia ilmiah.
Namun kalau sampai pada sikap menutup-nutupi
informasi ilmiah tentang banyak ulama yang
menyebutkan bahkan membangun argumentasi atas
terminologi tersebut, maka tentu saja sikap ini bukan
saja bertentangan dengan sikap ilmiah, bahkan bisa
jadi semacam ketidakjujuran akademis (untuk tidak
mengatakan sebagai sebuah kebohongan).
Sikap semacam itu juga bisa disebut sebagai
sebuah pemaksaan. Yaitu membawa secara paksa
permasalahan dzanniyah ke wilayah qath’iyyah.
Halaman 8 dari 40
muka | daftar isi
Sebagaimana yang akan diuraikan dalam buku ini,
mayoritas pembahasan bid’ah sebenarnya adalah
perkara dzanniyah. Tidak ada satu pun dalil qath’i
yang menyebutkan dengan tegas satu per satu
bahwa amalan ini dan itu adalah bid’ah.
Menyeret paksa perkara dzanni ke wilayah qath’i
inilah salah satu problem yang sering terjadi di
tengah umat. Dan itu menjadi salah satu faktor
munculnya sekian konflik sosial yang sering kita
saksikan atau barangkali malah kita alami.
Sebab, melanggar perkara yang sudah qath’i jelas
merupakan kemungkaran yang wajib untuk dilarang
atau diingkari. Akan tetapi kasusnya menjadi berbeda
jika pelanggaran tersebut terjadi pada hal-hal yang
masih bersifat dzanni dan ijtihadi. Dalam perkara
ijtihadi, para ulama mengatakan bahwa tidak ada
pengingkaran di dalamnya. Karena pelakunya
meyakini hal tersebut sebagai bukan pelanggaran.
Dan tentu saja jika ada perkara ijtihadi yang
terlanggar, kemudian perkara tersebut dipaksakan
atau minimal dikesankan seolah-olah perkara yang
sifatnya qath’i, maka pelanggaran terhadapnya akan
dianggap sebagai dosa yang disepakati wajib
diingkari hingga diperangi. Dan dari sinilah konflik
sosial bermula.
Oleh karena itulah, buku ini hadir untuk sedikit
menjelaskan bahwa persoalan bid’ah, sebagian
besarnya adalah persoalan ijtihadi. Dan khusus
persoalan terminologi bid’ah hasanah, sebenarnya
tidak lebih dari perdebatan istilah saja. Karena pada
hakikatnya, semua ulama baik yang pro maupun
Halaman 9 dari 40
muka | daftar isi
kontra dengan bid’ah hasanah, mereka semua
adalah para pejuang di dalam memerangi bid’ah.
Dengan demikian, kalau hanya memperdebatkan
istilah bid’ah hasanah saja, pada dasarnya akan
menjadi perdebatan berkelanjutan yang sama sekali
kurang produktif. Akan ada banyak hal terulang
dalam perdebatan semacam itu. Dari makna kullu
secara bahasa dan logika, hingga contoh-contoh
penyebutan sekian perbuatan dan amalan baru yang
dilakukan oleh shahabat tanpa petunjuk Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam sebelumnya.
Meski demikian, bukan berarti buku ini nanti sama
sekali tidak menyajikan perdebatan-perdebatan
tersebut. Justru dalam rangka memperlihatkan
betapa kokohnya argumentasi yang dibangun para
ulama untuk melandasi istilah bid’ah hasanah inilah
buku ini ditulis. Dan tentu saja, mau tidak mau
perdebatan tersebut sebagiannya akan tersajikan
dalam buku ini.
Namun semangat buku ini sebenarnya bukan pada
pembelaan istilah bid’ah hasanah. Argumentasi para
ulama sudah terlalu kokoh untuk mendapatkan
tambahan pembelaan dari buku ini. Fokus buku ini
sebenarnya adalah pada penyadaran bahwa
persoalan bid’ah adalah persoalan ijtihadi yang
rumit.
Menyimpulkan bahwa satu amalan tertentu
adalah bid’ah atau bukan bid’ah tidaklah
sesederhana; tidak ada contoh dan perintahnya,
tidak ada larangannya, ada dalil umumnya, atau
kalau saja perkara itu baik pasti kaum salaf sudah
Halaman 10 dari 40
muka | daftar isi
mendahuluinya. Tidak sesimpel itu.
Tidak ada perangkat aplikatif yang bisa dengan
mudah dipakai orang awam untuk mendeteksi
sebuah perkara baru sebagai bid’ah atau bukan
bid’ah. Satu-satunya langkah yang bisa dilakukan
oleh orang awam adalah hanya mengamalkan hasil
kesimpulan para ulama yang biasa kita kenal sebagai
fatwa itu.
Kalau saja sebuah bid’ah sudah bisa dengan
mudah dideteksi hanya dengan prinsip-prinsip
simpel tadi, maka tentu saja para ulama sekaliber
Imam Syatibi misalnya tidak perlu berlelah-lelah
menjelaskan persoalan ini dalam satu kitab tersendiri
bernama Al I’thisham.
Begitu juga para ulama ushul fiqih kita juga tidak
perlu mendiskusikan panjang lebar satu dalil
bernama maslahah mursalah yang memang dipakai
untuk menghukumi sesuatu yang tidak jelas apakah
direstui syariat atau tidak. Karena memang syariat
tidak memerintahkan, akan tetapi juga tidak
melarang.
Demikian juga kurang lebihnya yang terjadi pada
diskusi mereka seputar dalil istihsan. Intinya, ini
semua adalah perangkat ijtihad untuk meneliti
apakah sebuah perkara baru tertentu, terlarang atau
tidak dalam Islam. Dan hanya mereka para
mujtahidlah yang memiliki sekaligus bisa
mengoperasikan perangkat-perangkat ini.
Barangkali ada yang sedikit kritis menyanggah
bahwa pembahasan maslahah mursalah ataupun
istihsan sama sekali tidak terkait dengan bid’ah.
Halaman 11 dari 40
muka | daftar isi
Karena bid’ah hanya ada pada hal-hal yang sifatnya
ibadah ritual. Maka kritik ini sendiri sudah
menunjukkan pengakuan bahwa sebenarnya, apa
yang dianggap sebagai ’semua bid’ah’ dalam hadits,
tidak benar-benar bermakna ’semua’. Masih ada
pengecualian. Di titik ini saja sebenarnya kita sudah
menemukan persamaan atau pertemuan antara
pihak pro dan kontra bid’ah hasanah.
Maka buku ini hanya ingin menunjukkan bahwa
jika benar semua bid’ah itu sesat, maka tidak
mungkin ada pengecualian untuk yang bukan ibadah.
Jika benar semua bid’ah itu sesat, maka tidak
mungkin sejak masa shahabat muncul istilah bid’ah
dalam konteks pujian dan positif. Jika benar semua
bid’ah itu sesat, tidak mungkin sesama kontra bid’ah
hasanah saling menuding bid’ah di antara mereka.
Intinya, buku kecil ini hanya ingin mengajak para
pembaca untuk minimal menerima bid’ah hasanah
sebagai sebuah terminologi akademis yang benarbenar eksis dalam kitab-kitab para ulama. Terlepas
setuju atau tidak setuju dengan terminologi tersebut,
dia benar-benar ada, banyak yang membela, dan
memiliki argumentasi yang tak bisa dipandang
sebelah mata.
Dan bagi yang tidak setuju, buku ini ingin juga
mengajak mereka membuka mata bahwa jika pun
kita terima bahwa semua bid’ah itu sesat dan tidak
ada sama sekali bid’ah hasanah, itu belum benarbenar menyelesaikan persoalan. Buktinya, seperti
yang bisa dibaca nanti, ada persoalan baru yang
masuk ranah ritual ibadah tertentu tapi dalam
internal pihak kontra atau anti bid’ah hasanah
Halaman 12 dari 40
muka | daftar isi
sendiri, ada yang menilainya sebagai bid’ah, dan ada
juga yang menilainya bukan bid’ah. Barangkali yang
menyebutnya sebagai bid’ah bisa dengan mudah
berargumentasi bahwa hal tersebut memang hal
baru yang tidak dikenal di masa nabi atau pun
shahabat.
Akan tetapi pihak anti bid’ah hasanah yang tidak
menilainya sebagai bid’ah itu alasannya apa ?
Bukankah sudah menjadi logika mereka bahwa setiap
yang muhdats (baru) itu adalah bid’ah ? Atau karena
hal tersebut tidak bertentangan dengan syariah ?
Berarti ada hal baru dalam ibadah yang masih
mungkin untuk dibolehkan ? Nah bagaimana untuk
membedakan hal baru yang boleh dan hal baru yang
tidak boleh itu ? Atau barangkali mereka mau
menerima konsep bid’ah hasanah untuk hal baru
yang dibolehkan itu ? Barangkali.
Terakhir, buku Jika Benar Semua Bid’ah itu Sesat
yang ada di hadapan pembaca ini masih jauh dari
sempurna. Penulis berharap di antara pembaca ada
yang berkenan memberikan masukan tambahan
bahkan juga koreksi untuk menambal kekurangankekurangan yang ada. S
No copy data
No other version available