Ebooks
Kawin Paksa
Dalam kajian pra-nikah yang diadakan oleh
sebuah komunitas muslim di jakarta, saya
sampaikan:
“Sejatinya, akad nikah adalah akad yang
dilakukan antara laki-laki dan laki-laki; yakni antara
wali gadis dengan mempelai lelaki. Mempelai
wanita tidak dibutuhkan di dalam akad itu”
Para peserta kajian mulai mengerutkan dahinya,
karena mungkin keheranan dengan apa yang saya
sampaikan. Sebagian lain bukan hanya mengerutkan
dahi, tapi juga sambil menajamkan tatapan matanya
ke depan. Entah karena ingin menyimak lebih
seksama bagian selanjutnya yang akan saya
sampaikan atau memang betul-betul keheranan
juga.
Saya teruskan:
“Bahkan, kalau dia gadis, ketika lamaran pun, dia
menerima atau tidak menerima, keputusannya itu
tidak berpengaruh apa-apa; Karena keputusan yang
sah itu ada pada walinya”.
Kerutan dahi para peserta semakin banyak dan
tatapannya semakin tajam kea rah saya.
“Ya, lamaran itu, jika yang dilamar adalah gadis,
maka lamaran itu haruslah ditujukan kepada
walinya, bukan si gadis. Menjadi percuma semua
Halaman 6 dari 34
muka | daftar isi
operasional lamaran, bahkan dilakukan live
broadcast di media social atau tv tertentu, akan
tetapi jawaban dari lamaran tersebut sama sekali
tidak berpengaruh apa-apa.
Sudahnya malu, dilihat banyak orang, eh pas
datang ke wali, ternyata tidak diterima.
Maka jawaban si wali itu lah yang sah secara
agama. Walaupun mungkin jawaban si wali pendek,
hanya dengan kata ‘maaf saya tidak suka anda’,
yang itu tidak sepanjang jawaban si gadis yang
sebelumnya dilamar dan dia jawab dengan puisi
sambil meriwayatkan cerpen romantic, tetap saja si
wali lah yang jawabannya itu disahkan.”
Karena itulah kemudian muncul pertanyaan,
“Berarti emang boleh ya stadz kawin paksa dalam
Islam? …”
Itulah sebabnya saya menulis buku kecil ini; agar
sajian di bab pengantar ini tidak terlalu panjang.
No copy data
No other version available