Ebooks
Kedudukan Qadhi dalam Hukum Islam
Qadhi adalah hakim yang tugasnya memutuskan
perkara di antara dua pihak yang bersengketa.
Keberadaannya merupakan keharusan yang tidak
bisa dibiarkan kosong tanpa ada yang diangkat
menjadi qadhi.
Walaupun di tengah umat Islam sudah ada AlQuran dan Hadits sebagai pedoman, namun
keberadaan qadhi menjadi syarat mutlak yang tidak
boleh diabaikan umat Islam.
Hukum keberadaan qadhi ini menjadi fardhu
kifayah bagi umat Islam di suatu tempat, sedangkan
bagi Khalifah atau Sultan, hukumnya menjadi fardhu
‘ain untuk menunjuk atau mengangkat qadhi pada
suatu wilayah.
Yang kebanyakan kita ketahu bahwa antara sultan
dan qadhi memang berbeda. Namun kalau kita
menengok ke masa awal sejarah umat Islam di masa
kenabian, sebenarnya sultan dan qadhi itu satu orang
saja, yaitu Nabi Muhammad SAW sendiri secara
langsung. Berbagai masalah yang timbul di tengah
mereka selalu mereka selesaikan kepada Rasulullah
SAW.
Sepeninggal Nabi SAW di tahun kesepuluh hijriyah,
antara sultan dengan qadhi pun masih tetap dijabat
8
oleh satu sosok, yaitu para khulafaur-rasyidin. Dua
tahun pertama yang menjadi sultan sekaligus
menjadi qadhi adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq
radhiyallahuanhu.
Kemudian sultan dan qadhinya umat Islam saat itu
diteruskan oleh Umar bin Al-Khattab
radhiyallahuanhu selama kurun 10 tahun lamanya.
Sepeninggal Umar, yang menjadi sultan dan qadhi
adalah Utsman bin Al-Affan radhiyallahuanhu selama
tidak kurang dari 12 tahun lamanya. Setelah itu , Ali
bin Abi Thalib menjabat sebagai sultan dan qadhi
selama 5 tahun.
Itulah era kenabian dan era khualafaurrasyidin
yang terbentang selama tidak kurang 30-an tahun,
dimana secara umum bisa dikatakan bahwa antara
sultan dan qadhi masih dijabat satu orang.
Pemisahan Sultan dan Qadhi
Lalu kapan sebenarnya pemisahan jabatan antara
sultan dan qadhi?
Memang banyak yang menyebutkan bahwa di
masa pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus
mulai dipisahkan kedua jabatan itu. Namun
sebenarnya di masa khulafaurrasyidin pun sudah
terjadi pemisahan. Bahkan di masa kenabian pun
sudah ada qadhi di luar Rasulullah SAW.
Qadhi yang kita kenal diangkat di masa kenabian
adalah Muadz bin Jabal radhiyallahuanhu yang Nabi
SAW kirim untuk menjadi wali di Yaman. Haditsnya
kita sudah hafal, dimana Rasulullah SAW sempat
melakukan fit-and-proper test kepada Muadz
dengan bertanya, dengan apa kamu akan putuskan
9
perkara. Dijawab dengan kitabullah, sunnah dan
ijtihad.
Selain itu juga ada kiriman petunjuk untuk
ketentuan kewajiban zakat dari Nabi SAW di
Madinah kepada Muadz setelah menjabat sebagai
qadhi di Yaman.
ٍل
َ
ْ ِن َجب
ب
َع ْن ُمَع اذِ
أ َّ ن اَلنَِِّبَّ
َ
ْن
أ
َ
َ ُه
َمر
َ
َ ِن فَأ
َم
ي
ْ
ََل اَل
ِ
ََعثَُه ا
ب
ًة
نَّ
ِ
َني ُمس
َعِ
ْرب
أ
ْن ُكِل َ
َمِ
َعًة و
ْو تَِبي
أ
ًعا َ
ًة تَِبي
َ
َقَر
َني ب
ِ
ْن ُكِل ثَالث
ْ ُخَذ مِ
َأ
ي
Dari Muazd bin Jabal radhiyallahuanhu bahwa
Nabi SAW mengutusnya ke Yaman dan
memerintahkan untuk mengambil zakat dari tiap
30 ekor sapi berupa seekor tabiah, dari setiap 40
ekor sapi berupa seekor musinnah (HR. Ahmad
Tirmizy Al-Hakim Ibnu Hibban) 1
Di masa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq
radhiyallahuanhu pun sudah ada juga qadhi yang
diangkat. Salah satunya adalah surat yang dikirim
oleh Abu Bakar yang menerangkan tabel hitungan
kewajiban zakat ternak, unta, sapi dan kambing.
Disebutkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq
radhiyallahuanhu mengirim surat kepada Anas bin
Malik untuk menetapkan zakat unta, sapi dan
kambing.
ا
َ
ه
رَض َ
َ
ف
ي
ت ِ
َّ
ل
َ
ِة ا
َ
ق
َ
د
لص َّ
َ
ا
ُ
ة
يض َ
ِ
ر
َ
ِذِه ف
َ
ه
ُ
ول
سُ
َ
ر ِ
َّلل َّ
َ
ا
َ
َل
َ
ع
هُ
َ
ول
سُ
َ
ا ر
َ
ه
ِ
ب
َّلل َّ ُ
َ
ا
رَ
َ
م
َ
أ
ي
ت ِ
َّ
ل
َ
ا
َ
و
َ
ِ ِم ين
ل
المـس ْ
Inilah kewajiban zakat yang telah diwajibkan oleh
1 Tabi’ah adalah sapi betina atau jantan yang sudah genap berusia 1 tahun dan
masuk tahun ke-2. Sedangkan musinnah adalah sapi betina yang sudah genap
berusia 2 tahun dan masuk tahun ke-3.
10
Rasulullah SAW terhadap kaum Muslimin dan
seperti yang diperintahklan oleh Allah dan rasulNya
tentangnya. (HR. Bukhari)
Di masa Umar lebih banyak lagi para shahabat
yang diangkat menjadi qadhi. Kejadiannya ketika
perluasan negeri Islam semakin jauh, maka untuk
tiap wilayah pun diharuskan adanya qadhi. Disinilah
kemudian jabatan sultan dan qadhi menjadi
terpolarisasi.
Sebutlah misalnya di masa pemerintahan Umar
bin Al-Khattab yang mengalami pemekaran yang luas
wilayah negeri Islam dengan sangat cepat. Tiga
imperium besar yaitu Romawi, Persia dan Mesir
menjadi wilayah Islam.
Percuma saja wilayah itu bergabung jadi bagian
dari negeri Islam kalau tidak ada qadhi yang
mengatur kehidupan disana. Maka untuk itu Umar
pun mengangkat beberapa qadhi di Madinah dan
juga di wilayah-wilayah jauh yang tidak terjangkau.
Untuk daerah Kufah dan sekitarnya, Umar
mengangkat Syuraih sebagai qadhi yang resmi dari
pusat. Dan untuk wilayah Bashrah, Umar
mengangkat seorang qadhi yang juga shahabat yang
yang mulia, Abu Musa Al-Asy’ari.
Sedangkan untuk wilayah kota Madinah sendiri,
ternyata Umar juga mengangkat seorang qadhi
khusus yaitu shahabat nabi yang mulia bernama Abu
Ad-Darda’ ridhwanullahi ‘alaihim ajma’in.
Kepada para qadhi-nya itulah terjadi
korespondensi antara Umar di Madinah dan masingmasing qadhi di wilayahnya masing-masing. Salah
11
satu kisah korespondensi yang menarik kita angkat
sebagai contoh adalah surat yang dikirim oleh Abu
Musa Al-Asy’ari di Kufah kepada Umar yang
memintanya menetapkan kalender khusus milik
umat Islam. Dan akhirnya jadilah kalender hijriyah
yang kita pakai selama ini.
No copy data
No other version available